ExitJangan Lupa Klik Like/Suka!

Senin, 05 September 2011

Ilmuwan Jepang Ciptakan Otak Transparan


Ilmuwan Jepang berhasil menciptakan otak transparan. Dengan menggunakan
larutan bernama Sca le, ilmuwan itu megubah otak putih tikus yang semula
berwarna keruh menjadi sebening kristal.



Otak transparan yang diciptakan bisa membantu ilmuwan melihat penanda
fluorescent yang disisipkan pada tikus putih. Medical imaging memasuki
era baru dengan penciptaan otak transparan ini.











"Penelitian kami saat ini memang fokus pada otak tikus, namun
aplikasinya tak terbatas pada tikus maupun otak," kata Atsushi Miyawaki,
peneliti RIKEN Brain Institute Jepang yang menciptakan otak transparan
ini.



"Kami bisa mengembangkan pemakaian Sca le untuk organ lain seperti
jantung, otot dan ginjal serta pada jaringan dari primata dan sampel
biopsi manusia," lanjut Miyawaki seperti dikutip National Geographic.



Sca le merupakan larutan yang terbuat dari bahan yang relatif sederhana.
Komposisinya adalah urea (senyawa utama pada urin), gliserol (senyawa
yang juga terdapat pada sabun) dan deterjen yang disebut Triton X. Untuk
membuat otak transparan, organ otak direndam selama 2 minggu dalam
larutan ini.



Tak seperti larutan lain yang juga digunakan untuk membantu melihat
otak, Sca le tak menghilangkan penanda fluorescent. Selama ini, penanda
fluorescent dipakai untuk membantu fluorescent imaging.



Teknik fluorescent imaging sendiri digunakan untuk memetakan arsitektur
otak, mulai jaringan saraf, pembuluh darah dan struktur lain.



Otak transparan yang diciptakan bisa membantu pemetaan arsitektur otak.
Lebih luasnya, organ transparan bisa membantu pencitraan awal sebelum
melakukan pencitraan yang lebih mahal seperti CT Scan dan MRI.



Aplikasi untuk penanganan penyakit, dokter bisa menganalisa apakah
perawatan yang diberikan benar-benar berdampak pada organ target. Ini
hal yang belum bisa dilakukan sebelumnya dalam dunia medis.



Meski banyak manfaatnya, larutan Sca le tidak akan digunakan segera
secara luas. Miyawaki mengatakan, Sca le saat ini masih terlalu toksik
untuk digunakan.



"Saat ini kami sedang mencari kandidat reagen lain yang memungkinkan
kita mempelajari jaringan hidup dengan cara yang sama dengan
transparansi yang lebih rendah," jelas Miyawaki. Penemuan Miyawaki
dipublikasikan di Jurnal Nature Neuroscience.


 


Sumber :

kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar